:::: MENU ::::
  • Tadabur Alam, Yogyakarta

  • Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Karanganyar

  • Muhammadiyah Gerakanku

Selasa, 18 Oktober 2011


EUTHANASIA  :
 SIAPA BERHAK MENENTUKAN AJAL MANUSIA ?
Oleh : Ali  Trigiyatno

Beberapa waktu lalu publik dihentakkan dengan adanya kabar seorang suami bernama Panca Satrya Hasan memohon di hadapan DPRD Bogor agar negara menyuntik mati isterinya Again Isna Nauli. Permohonan agak ganjil ini dilatarbelakangi oleh adanya adanya keputusasaan akan nasib isteri yang tidak juga membaik dan pertimbangan ekonomi yang membelit akibat tingginya biaya perawatan. Tanggapan pro kontrapun bergulir sehubungan dengan persoalan ini.
Eithanasia sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni EU yang be rarti baik dan Thanatos yang berarti mati, jadi secara harfiah bisa diartikan mati yang senang dan wajar. Dalam bahasa Inggris sendiri lazim disebut dengan sebutan mercy killing atau pembunuhan karena belas kasihan kepada yang menderita. Secara istilah dapat didefinisikan sebagai menghentikan nyawa seseorang  yang sedang emenderita karena penyakitnya baik dilakukan secara cepat maupun lambat oleh dokter atau team kesehatan baik atas permintaan atau  tanpa persetujuan pasien atau keluarga yang tujuannya untuk meringankan beban penderitaannya (Syamsul Qomar, 1986).
Aturan dalam hukum positif
Dapat disimpulkan bahwa salah satu motif dibalik permintaan untuk melakukan euthanasia adalah demi menolong seorang pasien dari penderitaan penyakit yang menyakitkan dan oleh dokter dipandang sudah tidak  ada harapan lagi untuk disembuhkan (incurable disease). Jika ini dasarnya maka euthanasia adalah kelihatan cukup manusiawi dan dilakukan dalam rangka menyelamatkan seseorang dari penderitaan akibat sakit yang dideritanya. Maka berangkat dari sini tidak sedikit orang yang menyetujui berlangsungnya eksekusi bagi penderita untuk dieuthanasia.
Namun di sisi lain juga harus diperhatikan bahwa tindakan euthanasia juga merupakan sebuah ekspresi keputusasaan akibat derita yang tak tertahankan bagi si pasien dan biaya yang tak terpikutlkan dari sisi keluarganya. Kasus Again kiranya dapat dikatakan dilatarbelakangi oleh motif keduanya, yakni karena pertimbangan kemanusiaan karena dilandasi oleh perasaana belas kasihan dan ingin membebaskan  sang isteri dari penderitaan penyakit yang tampaknya kecil kemungkinan akan sembuh. Disamping juga karena faktor biaya yang cukup tinggi dan semakin menumpuk bahkan ia harus berhutang  sehingga rasa-rasanya suaminya  tak mampu lagi memikulnya. Ini lebih dekat sebagai bentuk ekspresi keputusasaan dari seseorang yang ditimpa cobaan.
Jika putus asa sebagai motif, maka tindakan euthanasia kiranya sulit untuk diterima lebih-lebih dalam pandangan kaum agamawan.Kaum agamawan mengajarkan agar segala persoalan hidup dihadapi dengan penuh kesabaran, ketabahan, usaha yang maksimal  serta berdoa. Sementara putus asa merupakan cermin sebuah kekalahan dan menyerah dari sebuah persoalan.Padahal putus asa  merupakan sebuah tindakan dosa sebagaimana dinyatakan dalan surat Yusuf “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak akan berputus asa kecuali orang-orang kafir.”
Lantas bagaimana KUHP di negara kita mengatur masalah euthanasia ini. Jika kita bolak-balik KUHP, maka pasal 344 KUHP kiranya yang paling dekat dalam mengatur masalah ini, karena sampai sekarang belum ada UU khusus yang mengatur masalah euthanasia.Pasal 344 menyatakan “Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua b elas tahun.”
Dari rumusan pasal diatas  kiranya cukup jelas bahwa seseorang dilarang merampas nyawa orang lain  walaupun atas permintaan pihak yang bersangkutan.Ancaman yang diberikan pun tidak main main, 12 tahun,  waktu yang cukup lama tentunya. Dan sulit rasanya menerima kenmyataan seseorang merampas nyawa orang lain lebih-lebih dilakukan terhadap orang yang justru mestinya dikasihani dan ditolong seperti pasien yang membutuhkan kasih sayang dan pertolongan, apalagi dilakukan oleh pihak yang semestinya menjadi penjaga kelangsungan nyawa seseorang semisal dokter.
Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa euthanasia termasuk suatu tindak kriminal yang  pelakunya dapat dikenai pidana. Namun dalam prakteknya, nyaris tak terdengar ada orang yang dituntut ke muka pengadilan dnegan tuduhan melakukan eithanasia di negeri ini. Mengapa hal ini terjadi ? Ada beberapa  kemungkinan seperti :
a.Tidak adanya laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan kepada polisi atau pejabat yang berwenang.
b.Masih awamnya sebagian besar masyarakat terhadap persoalan hukum tidak terkecuali persoalan euthanasia.
Disamping itu, kelemahan untuk membawa kasus euthanasia justru terletak pada bunyi rumusan pasal 344 itu sendiri pada klausul “atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati”.Justru  di sinilah pembuktian itu menjadi sulit atau tidak mungkin dilakukan.Betapa tidak, bagaimana jika si pasien yang dieuthanasia itu sudah meninggal dunia, atau jika si pasien itu sudah koma yang tidak memungkinkan lagi untuk diajak berkomunikasi.Dengan cara apa bisa diketahui bahwa pasien itu betul-betul memohon untuk dihabisi kehidupannya dengan jalan euthanasia. Ini merupakan problem terssendiri  dalam pembuktian di muka pengadilan (Imron Halimy, 1990).
Bagaimana jika yang mengajukan permintaan itu keluarganya atau suaminya misalnya? Tampaknya hal ini tidak sejalan dengan bunyi rumusan pasal 344 tersebut, karena bunyi rumusan itu jelas memakai bahasa …dinatakan sendiri, bukan oleh orang lain termasuka keluarganya.Dengan sendirinya jika kaena suatu pertimbangan tertentu misalnya seorang dokter mencabut alat-alat medis yang membantu pasien mempertahankan kelangsungan hidupnya, misalnya dengan mencabut respiratornya, sehingga menyebabkan si pasien mati, maka dokter tersebut tidak dapat dikenai pasal 344 tersebut.

Catatan akhir
Masalah kematian adalah termasuk yang menjadi rahasia “ALLAH”, dan manusia tidak diberitahu melainkan hanya sedikit (Wama utitum minal ilmi ila qalilan).Ajal atau kematian seseorang menjadi wewenang Allah sebagai pemberi kehidupan dan hanya Dia yang berhak menentukan atau mengakhirinya, bukan manusia termasuk dokter sekalipun.Dengan alasan apapun kiranya sulit dibenarkan seseorang mengakhiri hidupnya sendiri (bunuh diri) atau melalui bantuan orang lain. Ssetiap insan yang beriman hendaknya tidak berharap-harap akan datangnya kematian  karena dia toh akan datang  s=dengan sendirinya jika waktunya telah  tiba. Ia pun tidak boleh lari dari ajal jika ajal memang sudah menjemputnya.
Jika seseorang mendapat cobaan ataupun musibah termasuk di dalamnya mendapatkan penyakit yang paling berat s ekalipun, maka sabar dan shalat hendaknya dijadikan alat untuk memohon pertolongan kepada Allah SWT .Ia juga harus berusaha  untuk memperpanjang hidupnya dnegan berobat sampai mendapatkan kesembuhan. Namun  ia tidak boleh berputus asa dan menyerah begitu saja dengan nasib atau membiarkan nyawanya terenggut dengan tidak berusaha menundanya dengan berobat.Karena kita tidak tahu akan hikmah di balik s uatu kejadian karena keterbatasan ilmu pengetahuan kita. Boleh jadi kita benci sesuatu padahal di belakang kejadian itu tersimpan kebaikan atau hikmah yang banyak. Dan yang pasti Allah tidak akan memberikan beban, cobaan maupun musibah di luar kemampuan manusia untuk memikulnya. Maka hadapilah sebaga cobaan dan musibah dengan penuh tawakal serta berusaha  dengan tegar dan sabar buat menghadaoinya, namun jangan sekali-kali menyerah apalagi berputus asa.
Sebagai penutup mari kita camkan sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh jamaah dari sahabat  Anas bin Malik yang terjemahannya sbb : “janganlah salah seorang diantara kalian mengharapkan kematian akibat penderitaan yang dialami.Andaikata harus berharap untuk iotu maka hendaklah ia berdoa “Ya Allah biarkanlah aku tetap hidup jika memang hidup itu tyang lebih baik bagiku, dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku” “.
  


Sumber: 
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon menulis dengan kata kata yang sopan dan jangan melakukan tindakan SPAM

A call-to-action text Contact us